Hukum Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Berita Utama1789 Dilihat

KELUARGA merupakan salah satu unit terkecil dalam masyarakat yang sangat berperan dalam pembentukan karakter dan sikap. 

Diharapkan juga agar keluarga menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi seluruh anggota keluarga. 

Namun kenyataannya masih banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga yang mempengaruhi keharmonisan dan keamanan keluarga.

Kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah serius di bidang hukum keluarga.

Ini adalah bentuk kekerasan yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. 

Kekerasan dalam rumah tangga mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis korban. 

Ini juga mempengaruhi perkembangan anak dan keharmonisan keluarga secara keseluruhan.

Di tingkat nasional, realitas sosial Indonesia saat ini menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga terjadi di semua tempat, baik di rumah maupun di depan umum, kapan saja, dan dilakukan oleh banyak orang dengan identitas sosial dan budaya yang berbeda, seperti terhormat dan berpendidikan. 

Kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya tentang satu orang. 

Ini tentang masyarakat, ekonomi, politik dan budaya. Kita mungkin telah kehilangan kemampuan untuk mengenali siapa yang seharusnya melindungi perempuan dari menjadi korban kekerasan.

Menurut  data  yang  dihimpun  oleh  Komnas Perempuan, mayoritas korban di ranah personal ada di rentang usia 25-40 tahun. Menurut Pasal 1  dari  Undang-Undang  No.  23  Tahun  2004  tentang  Penghapusan  Kekerasan  dalam  Rumah Tangga (PKDRT), kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama  perempuan,  yang  berakibat  timbulnya  kesengsaraan atau penderitaan  secara  fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 

Bentuk kekerasan dalam rumah tangga menurut pasal 5 dari UU No.23 tahun 2004 adalah: 1) Kekerasan Fisik; 2) Kekerasan Psikis; 3) Kekerasan Seksual; 4) Penelantaran rumah tangga.

Terdapat  hukum  yang  mengatur  tentang  tindak  kekerasan,  Undang – Undang  Nomor  23  Tahun  2004  tentang  Penghapusan  Kekerasan  dalam  Rumah Tangga  pada  pasal  44  ayat  (1)  disebutkan  bahwa  setiap  orang  yang  melakukan  tindak  kekerasan  fisik  dalam  rumah  tangga,  sebagaimana  dalam  pasal  5  huruf  a dipidana  dengan  pidana  penjara  paling  lama  5  (lima)  tahun  atau  denda  paling banyak  Rp.  15.000.000,00  (Lima  belas  juta  rupiah).  

Kenyataannya,  meskipun terdapat  Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang  Penghapusan Kekerasan dalam   Rumah   Tangga,   perlindungan   bagi   korban   tindak   pidana kekerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 38 UU Nomor 23 Tahun 2004 masih kurang. 

Satu hal yang dapat dilihat di atas kelemahan undang – undang ini  yaitu  tindak  pidana  tersebut  merupakan  delik  aduan  dan  korban  KDRT  tidak ingin  mengajukan  tuntutan  karena menyangkut  hubungan  kekeluargaan  dan  nama baik keluarganya.

KDRT  sudah  bukan  menjadi  pembahasan  yang  asing  lagi  untuk diperbincangkan,  karena  di  kalangan  masyarakat  kasus  ini  sudah  marak terjadi.  menurut  informasi  Kementerian  PPPA,  terdapat  1.411  pengaduan KDRT  antara  1  Januari  hingga  21  Februari  2022. 

Sedangkan  pada  tahun 2021 terdapat 10.247 kejadian dengan jumlah korban 10.365 orang. 

Dengan maraknya  hal  tersebut  maka  telah  ditetapkan  sanksi  bagi  pelaku  yaitu dalam pasal 44 UU KDRT tentang sanksi kekerasan dalam rumah tangga. 

Namun, meskipun ada sanksi, KDRT jenis ini masih sangat sering terjadi di masyarakat, dan berdampak sangat negatif bagi para korban. 

Nyatanya, dampak kekerasan dalam rumah tangga tidak berhenti sampai pada korban yang menjadi korban kekerasan dari pelaku. 

Ini mempengaruhi anak-anak di dalam rumah tangga juga, baik secara fisik maupun mental, serta di bidang lain. 

Dari apa yang telah kita bahas sebelumnya, kita dapat menyimpulkan bahwa kasus kekerasan dalam rumah tangga sangat serius dan tidak boleh dianggap remeh, karena sangat berdampak negatif pada anak.

Kekerasan, khususnya kekerasan terhadap perempuan, sering dibicarakan secara luas karena bentuk kekerasan (kekerasan fisik, kekerasan non fisik, kekerasan verbal, dan kekerasan seksual), tempat terjadinya kekerasan (kekerasan rumah tangga, kekerasan publik, perkosaan, penyerangan), pembunuhan, atau kombinasi dari ketiganya), dan pelakunya (orang yang memiliki hubungan dekat atau orang asing). 

Kekerasan dalam rumah tangga adalah bentuk penghinaan dan penyimpangan martabat manusia. Itu dapat terjadi pada semua tingkat kehidupan, termasuk pendidikan, ekonomi, budaya, agama, atau etnis. Sebab, pada hakekatnya, kekerasan terjadi karena dunia masih didominasi laki-laki. 

Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah kejahatan yang menjadi fokus para ilmuwan sosial dalam beberapa tahun terakhir.

Jumlah pasti perempuan (istri) yang menjadi korban bervariasi tergantung data yang dikumpulkan. 

Beberapa perempuan menjadi korban kekerasan karena keengganan laki-laki untuk menafkahi mereka, sementara yang lain menjadi korban karena kekerasan seksual.

Kekerasan dalam rumah tangga berdampak pada korban dan keluarganya dalam beberapa cara. 

Berikut ini adalah beberapa dampak yang paling umum terjadi pada korban kekerasan dalam rumah tangga: Cedera fisik korban kekerasan dalam rumah tangga dapat mengalami memar, luka potong, atau bahkan cedera yang mengancam jiwa. 

Trauma psikologis korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami trauma psikologis yang berat, seperti depresi, kecemasan, dan post-traumatic stress disorder. 

Ketakutan dan ketidakamanan korban kekerasan dalam rumah tangga mungkin merasa takut dan tidak aman tentang keselamatan mereka dan keluarga mereka. 

Kerusakan sosial dan hubungan Korban kekerasan dalam rumah tangga sering merasa terisolasi dari keluarga dan teman-teman mereka. 

Mereka mungkin berjuang untuk membentuk hubungan yang sehat dengan orang lain.

Cara terbaik untuk mencegah dampak kekerasan dalam rumah tangga adalah dengan mencegahnya terjadi sejak awal. 

Peran Hukum Keluarga dalam Kekerasan Dalam Rumah Tangga Hukum keluarga memegang peranan penting dalam kekerasan dalam rumah tangga. 

Hukum keluarga melindungi korban dari kekerasan lebih lanjut dengan memberikan upaya hukum. 

Misalnya, perintah pengadilan dapat dikeluarkan untuk menjauhkan korban dari pelaku. Perintah pengadilan juga dapat dikeluarkan untuk bertanggung jawab atas seorang anak. 

Bantuan hukum bagi korban juga dapat tersedia. 

Penegakan hukum juga memastikan bahwa pelaku kekerasan dalam rumah tangga dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. 

Ini mungkin termasuk penjara, denda atau pengawasan pengadilan.

Hukum Keluarga juga dapat membantu penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga dalam sistem peradilan pidana, serta melalui prosedur hukum keluarga seperti perceraian atau hak asuh anak.

Faktor-faktor  penyebab  KDRT  sangat  kompleks,  dan  dapat  melibatkan  faktor  individu,  keluarga, masyarakat,  dan  budaya.  

Dampak  KDRT  terhadap  korban  sangat  merugikan  dan  dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan mereka. 

Selain itu, KDRT juga berdampak negatif terhadap  anak-anak yang menjadi saksi atau korban langsung  tindakan  kekerasan tersebut. 

Hukum keluarga memiliki peran penting  dalam  penanganan  KDRT, seperti perlindungan korban, penegakan hukum, penanganan kasus KDRT, pendidikan  dan  pemahaman,  serta pemulihan korban. 

Penting bagi sistem hukum keluarga untuk bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil, petugas kesehatan, dan kelompok advokasi untuk  menangani  masalah  ini secara  efektif. 

Oleh  karena  itu,  perlu  adanya  upaya  dari  berbagai  pihak  untuk  meningkatkan kesadaran  dan  pemahaman tentang  KDRT, mengambil  tindakan  preventif,  memberikan dukungan  dan  perlindungan bagi korban, serta menegakkan  hukum bagi pelaku  KDRT. 

Maka  dari  itu untuk  mengatasi  masalah  kekerasan  dalam  rumah  tangga  di  lingkungan rumah tangga, perlu adanya tindakan bersama antar semua pihak, baik dari masyarakat sampai dengan aparat serta perundang-undangan  yang  berfungsi  dengan  baik sehingga  masalah  kekerasan  di  Indonesia seperti masalah kekerasan dapat diatasi dengan baik.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *