Ironi Mafia Tanah di Lahan Milik JK Diserobot

INDEPENDENews.com – Konflik agraria yang menjerat lahan milik tokoh nasional Jusuf Kalla (JK) di Makassar mengukuhkan Sulawesi Selatan sebagai “zona merah” praktik mafia tanah.

Lahan seluas 164.151 meter persegi yang dibeli JK secara sah dari ahli waris Raja Gowa tiga dekade lalu, kini menjadi sengketa.

Ironisnya, sang pemilik sah justru harus berhadapan dengan klaim sepihak yang ia sebut sebagai bentuk “perampokan”.

JK, pendiri Kalla Group dan mantan Wakil Presiden RI, menegaskan keabsahan kepemilikannya.

“Ini tanah saya sendiri yang beli dari ahli warisnya Raja Gowa… Semua Raja Gowa, kita beli dari anak Raja Gowa,” tegasnya di hadapan massa.

Dokumen lengkap, termasuk sertifikat, telah dikuasainya. Namun, upaya penyerobotan tetap terjadi, mencerminkan lemahnya penegakan hukum.

Modus Sistematis dan Jaringan Lintas Lembaga

Menanggapi hal ini, Ahmad Yusran, Ketua Forum Komunitas Hijau, menyatakan bahwa praktik mafia tanah di Makassar dan Sulsel sudah dalam tahap darurat.

“Mafia tanah itu berkelompok, mereka bekerja secara sistematis, melibatkan jaringan lintas lembaga, mulai dari oknum pemerintah desa/kota, BPN, PPAT, hingga aparat hukum,” ujar Yusran Rabu (5/11/2025).

Modus utama yang teridentifikasi adalah pemalsuan dokumen sejak level terendah.

“Mereka memanfaatkan celah administrasi. Ketika menargetkan suatu bidang tanah, mereka berkoordinasi dengan oknum kepala desa untuk mengeluarkan surat keterangan tanah yang tidak benar,” paparnya.

Proses pemalsuan berlanjut di level Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Yusran menjelaskan, oknum PPAT kerap mengabaikan verifikasi kehadiran pihak yang bersangkutan.

“Sebenarnya harus ada verifikasi oleh pihak yang hadir, tapi ternyata tidak hadir dan dibuatkan surat keterangan palsu. Lalu, Akta Jual Beli (AJB) yang cacat hukum itu dibawa ke BPN,” tuturnya.

Di BPN, masalah bertambah. “BPN tidak punya kewenangan mengecek keaslian materiil dokumen. Asumsinya, jika dokumen sudah masuk, dianggap sudah benar. Di sinilah celahnya dimanfaatkan mafia,” tandas Yusran.

Dampak Lingkungan dan Imbauan untuk Masyarakat

Tak hanya merugikan pemilik sah, praktik ini berdampak luas pada lingkungan. Yusran menyoroti banyaknya kawasan pesisir dan mangrove di Makassar yang telah dikaveling dan disertifikatkan secara ilegal, mengancam keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem.

Ia mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan proaktif. “Jaga aset tanah dengan memastikan batas-batasnya jelas dan dimanfaatkan secara optimal. Jangan mudah menyerahkan sertipikat atau memberi kuasa kepada pihak yang tidak dipercaya,” pesannya.

Dalam transaksi jual beli, masyarakat diminta selektif memilih PPAT. “Banyak kasus terjadi karena PPAT-nya fiktif. Pastikan PPAT yang digunakan benar-benar terpercaya,” imbuhnya.

Desakan Perbaikan Sistem dan Penegakan Hukum

Forum Komunitas Hijau mendesak Kementerian ATR/BPN dan aparat penegak hukum mengambil langkah represif.

“Praktik mafia tanah adalah ancaman bagi keadilan agraria dan keberlanjutan lingkungan. Pemerintah harus mengutamakan transparansi dan memberantas praktik kotor ini,” tegas Yusran.

Ia juga merekomendasikan perbaikan sistem internal BPN.

“Kantor ATR/BPN se-Sulawesi Selatan, khususnya kota Makassar perlu menerapkan asesmen berkala untuk semua jabatan. Publik harus tahu dedikasi petugas di lapangan,” ujarnya.

Kasus di lahan JK menjadi bukti nyata bahwa mafia tanah tidak pandang bulu.

Bahkan tokoh sekaliber JK bisa menjadi korban.

“Butuh sinergi cepat semua pihak untuk memastikan hak atas tanah terlindungi dan sumber daya alam tidak lagi jadi sasaran kejahatan terorganisir,” tutupnya. (*)