Fahri Hamzah Berharap Pilpres 2024 Diikuti Prabowo, Ganjar dan Anies

Pemilu 20241557 Dilihat

JAKARTA, INDEPENDENews.com – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah berharap tiga nama calon presiden (Capres) yang muncul, yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan bisa maju semua di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

“Karena pembicaraan tentang calon presiden yang sudah muncul ada tiga nama, Kalau bisa tiga-tiganya maju, tidak ada perubahan. Sehingga kita bisa menyaksikan figur-figur kita ini bertarung. Dan akan lebih indah tentunya pesta rakyat ini, akan semakin semarak,” kata Fahri Hamzah dalam Gelora Talks bertajuk ‘Menakar Peluang Capres & Format Koalisi Parpol 2024, Rabu (3/5/2023) sore.

Dengan adanya tiga capres yang maju di Pilpres 2024, menurut Fahri, akan dilahirkan pemimpin terpilih yang sanggup memimpin beban bangsa Indonesia ke depan di tengah ketidakpastian situasi global saat ini.

“Mudah-mudahan dengan itu, pemimpin baru yang terpilih adalah mereka-mereka yang kita anggap akan sanggup memikul beban bangsa ini ke depan,” katanya Wakil Ketua Umum Partai Nomor 7 di Pemilu 2024 ini.

Namun, Fahri mengkritik cara partai politik (parpol) mencalonkan capres yang mereka dukung berdasarkan hasil survei, bukan dari pengkaderan, kecuali Prabowo Subianto.

Sebab, bukan hal mustahil, jika suatu saat pencalonan Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan bisa batal di tengah jalan ketika tiba-tiba hasil surveinya jeblok atau ada perubahan konstelasi politik saat ini.

“Pertemuan antara Demokrat dan Golkar mengindikasikan kemungkinan adanya koalisi baru, Airlangga Hartarto berpasangan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono). Anies bisa batal jadi capres, dan Koalisi Perubahan bisa bubar,” katanya.

Fahri menegaskan, hanya Partai Gerindra saja saat ini parpol yang konsisten menjalankan pengkaderan dengan mencalonkan capresnya dari internal, karena hal itu merupakan tujuan pendirian sebuah partai.

“Hanya Pak Prabowo yang mengikuti rute pengkaderan, mendirikan partai dan maju sebagai calon presiden. Kalau yang lainnya itu provokasi lembaga survei, bahkan diancam kalau nggak dijalankan ini bisa gawat, sehingga surveinya tiba-tiba gede-gede (besar-besar) semua,” ujarnya.

Wakil Ketua DPR Periode 2014-2019 ini meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menggelar debat capres mengisi kekosongan waktu hingga 6-7 bulan ke depan sebelum masa pendaftaran peserta Pilpres 2024 ini dimulai.

“Karena tidak ada perdebatan ide dan gagasan dari capres, maka wajar mereka baru minum kopi, diajak ngumpul makan bakso, makan nasi goreng. Kita akan menyaksikan akan lebih banyak lagi kuliner yang bermunculan, bukannya perdebatan. Harusnya penyelenggara Pemilu bikin aturan, dan memfasilitasi perdebatan capres saat ini,” pungkasnya.

Keadaan Dikte Koalisi

Sementara itu, pengamat politik Rocky Gerung menyebut koalisi seharusnya mendikte keadaan, bukan keadaan yang mendikte koalisi.

Maksudnya, saat ini, kata Rocky, koalisi partai malah mengikuti arus pergerakan politik, bukan koalisi yang menentukan apa keputusan yang harus diambil secara mandiri.

“Jadi apa yang kita sebut koalisi sebetulnya hanyalah upaya untuk saling mengintip, saling mengintai, kan itu dasarnya,” ujar Rocky.

Ia menyebut, koalisi partai politik saat ini terlihat plin-plan. Apalagi saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) bermain dengan endorse tokoh bakal calon presiden dengan asal koalisi yang berbeda-beda.

“Jadi dari awal koalisi ini adalah barang busuk di dalam demokrasi di Indonesia, di tempat lain itu gak ada,” katanya. Menurut Rocky, di negara lain, koalisi partai politik akan menuntun secara koheren dan konsisten tokoh politik yang diusung mereka untuk maju dalam pencalonan.

Sedangkan di Indonesia, ujar Rocky, keputusan yang dihasilkan dari koalisi malah menunggu sinyal dari seseorang yang bukan anggota koalisi.

“Kalau saya tanya, Pak Jokowi anggota koalisi mana, KIB? Oh iya, tapi dia endorse juga yang bukan anggota koalisi KIB,” ujar Rocky yang juga pengamat filsafat ini.

Namun, Rocky memaafkan Jokowi karena tidak memahami dasar dari ide demokrasi, padahal Jokowi sebelumnya dipilih secara demokratis oleh rakyat dalam dua pemilu lalu.

“Pak Jokowi memang tidak paham dasar dari ide demokrasi itu. Kalau tahu, ya ngapain kita nunggu lagi Jokowi, yang katanya mampu menjadikan demokrasi. Pak Jokowi dipilih secara demokratis, tapi dia sendiri tidak paham atas pilihannya,” tandasnya.

Jaga Kekompakan

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindara Habiburokhman mengatakan, Prabowo bukan seperti politisi biasa yang mengandalkan pencitraan. Prabowo, lanjutnya, selalu mengedepankan gagasan-gagasan besar.

“Pak Prabowo punya gagasan-gagasan besar, agak susah kalau Pak Prabowo kita arahkan untuk melakukan komunikasi receh atau gaya pencitraan seperti yang lainnya,” kata Habiburokhman.

Menurut dia, apa yang dilakukan Prabowo justru sejalan dengan pemikiran Partai Gelora, bahwa dunia tidak sedang baik-baik saja dan berada dalam ancaman perang nuklir, serta peningkatan ketegangan di Laut China Selatan patut diwaspadai pasca perang Rusia-Ukraina.

“Di Pilres 2019 lalu, Pak Prabowo sudah wanti-wanti akan kemungkinan terjadinya perang, dan terbukti terjadi perang sekarang. Dan ketegangan di Laut China Selatan ini melibatkan pihak-pihak yang memiliki kekuatan yang pegang tombol senjata. Kalau ada satu pihak yang sedikit tidak sabar, semua penghuni bumi bisa di bom seperti Heroshima. Kita terancam barang yang sangat mematikan,” katanya.

Habiburokhman mengungkapkan, banyak ahli strategi di dunia sekarang yang meramalkan terjadinya perang di Laut China Selatan, yang dipicu perang antara China-Taiwan.

“Karena itu, kita sebagai negara besar tentu harus mempertimbangkan politiknya, juga dampak dari konteks keamanan. Karena itu, kita sebagai bangsa harus menunjukkan kekompakan, karena bangsa yang bisa bertahan lama, negara yang elitnya bisa menunjukkan kekompakan,” katanya.

Kekompakan ini, kata Habiburokhman, menjadi fokus Prabowo yang menjadikan Pemilu 2024 sebagai momentum untuk menyatukan seluruh masyarakat dalam menghadapi tantangan global ke depan.

“Sehingga ketika terjadi perbedaan pilihan tidak sampai terjadi konflik. Masyarakat tidak terbelah lagi dan menganggap sebagai bagian dari demokrasi,” ujarnya.

Sedangkan Ketua DPP Partai Nasdem Sugeng Suparwoto mengatakan, pengumuman capres sejak awal agar masyarakat bisa mencermati calon-calon pemimpinnya, apakah pemimpinnya berintegritas atau tidak, dan sebagainya.

“Kami melihat bahwa pencalonan jauh lebih awal adalah sangat penting, masyarakat secara dini bisa mencermati calon pemimpin mereka seperti kualitas tentang integritas tentang apa yang mau disampaikan dan sebagainya,” kata Sugeng.

Masyarakat, lanjutnya, akan mendengar pandangan dari para capres tersebut, mengenai politik, ekonomi dan sosial budaya.

“Tetapi kita juga perlu mendengar tentang calon wakil presiden (cawapres), karena akan menjadi pasangannya. Dan tentunya keberadaan wakil presiden akan menambah energi bagi presidennya,” katanya.

Sugeng menyebut ada lima bakal Cawapes Anies Baswedan semakin mengerucut. Seluruhnya sudah diketahui oleh Anies Baswedan. “Sekarang sudah ada lima kandidat,” ujar Sugeng.

Sugeng belum dapat membeberkan nama-nama tersebut. Sebab, hal ini merupakan bagian dari strategi kemenangan.

“Kita juga menunggu kandidat lain siapa, sehingga kita ada pertimbangan kalau menunjuk salah satu (nama),” jelasnya.

Koalisi Perubahan telah menyerahkan sepenuhnya kepada Anies untuk menentukan pendampingnya. Ia meyakini Anies tidak perlu membutuhkan waktu lama untuk bakal cawapresnya.

“Kita sedang merangkum sedemikian rupa persoalan-persoalan kebangsaan ini ke depan, baik dalam dimensi politik, sosial, budaya, pertahanan, dan juga ekonomi. Lantas itulah yang kita formulasikan menjadi sebuah Indonesia yang harus kita hadapi ke depan,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *