PERMASALAHAN seks bebas merupakan sesuatu yang sangat menarik dan tidak ada habisnya untuk dibahas.Â
Seksologi selalu menarik perhatian untuk dibicarakan karena menyangkut tata kehidupan yang lebih tinggi.
Seks bebas adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual terhadap lawan jenis maupun sesama jenis yang dilakukan di luar hubungan pernikahan dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam masyarakat yang tidak bisa diterima secara umum.
Perilaku seks pada remaja di Indonesia saat ini menjadi ancaman.
WHO tahun 2020 memperkirakan setidaknya 10 juta kehamilan yang tidak diinginkan terjadi setiap tahun pada remaja perempuan pranikah yang berusia 15-19 tahun di daerah berkembang.
Dari hasil penelitian lembaga studi cinta dan kemanusiaan serta pusat penelitian bisnis dan humaniora (LSCK-PUSBIH) pada tahun 2019 terhadap 1.660 remaja putri di Yogyakarta didapatkan 97,05% remaja putri sudah hilang kegadisannya dan 98 orang mengaku pernah melakukan aborsi.Â
Hasil dari riskesdas menggambarkan bahwa usia pertama kali remaja laki-laki dan perempuan berhubungan seksual sebelum menikah adalah 10-24 tahun, dengan 38% remaja putri mengatakan hubungan seksual terjadi begitu saja, sedangkan 58% remaja laki-laki penasaran, 13% remaja putri melakukan seks pranikah karena paksaan.
Persentase remaja putri usia 15-19 tahun yang sudah melahirkan dan hamil anak pertama mengalami kenaikan dari 8,5% dari tahun 2019 menjadi 9,5%.
Selama ini pengetahuan dan kepedulian masyarakat terhadap seks bebas sudah tinggi.
Masyarakat wilayah selatan Kota Yogyakarta segera melaporkan kepada tim SIGRAK dan Mitra Keluarga saat mereka mengetahui terjadi kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh salah satu karyawan Sekolah Luar Biasa (SLB) terhadap remaja berinisial Mawar dengan keadaan tunagrahita yang berusia 15 tahun di wilayah Selatan Kota Yogyakarta, sehingga Kader SIGRAK bergerak cepat dalam mengusut kasus tersebut dengan melaporkan ke UPT dan kemudian dirujuk ke psikolog yang selanjutnya di rujuk lagi ke Rumah Sakit untuk dilakukan visum.Â
Setelah 2 tahun Mawar melakukan hubungan seksual dengan teman sekelasnya yang juga merupakan anak berkebutuhan khusus, Mawar melapor pada kader Mitra Keluarga jika telat menstruasi selama 2 bulan, yang kemudian kader Mitra Keluarga melakukan rujukan ke puskesmas, di puskesmas remaja dilakukan tes kehamilan dan hasilnya negatif.
Kader Mitra Keluarga dan SIGRAK masih melakukan pendampingan pada Mawar sampai saat ini.
Tunagrahita adalah salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang disebut juga sebagai Intellectual Disability yang merupakan seseorang yang mengalami keterbelakangan mental sehingga memiliki tingkat kecerdasan yang rendah di bawah rata-rata orang pada umumnya.Â
Anak tunagrahita kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan yang buruk, dan membedakan yang benar dan yang salah.
Tim Kader Mitra Keluarga (MK) dan Siap Gerak Atasi Kekerasan (SIGRAK) telah memberikan dukungan emosional, kolaborasi dalam pengambilan keputusan, pembangunan individu, kebersamaan, dan pembagian tugas terhadap penanganan kasus seks bebas yang dilakukan oleh Mawar.Â
Pendampingan yang dilakukan oleh Kader Mitra Keluarga (MK) adalah dengan menjangkau klien untuk klarifikasi apakah permasalahan ini benar terjadi, mencari informasi keberadaan pasangan klien dan memberikan edukasi kepada klien bahwa hal ini perbuatan yang tidak baik dan hingga saat ini keberadaan pasangan klien belum diketahui.
Selain itu, pendampingan juga dilakukan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A). Klien juga mendapatkan bingkisan sebagai bentuk peduli dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak atas permasalahan yang terjadi.Â
Kader Siap Gerak Atasi Kekerasan (SIGRAK) dan Mitra Keluarga keduanya terbentuk berdasarkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 3 tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Pembangunan Ketahanan Keluarga pada pasal 9 ayat 1a dan 1b yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, pengendalian penduduk dan keluarga berencana.Â
Kader Siap Gerak Atasi Kekerasan (SIGRAK) dan Mitra Keluarga memiliki peran penting di masyarakat yaitu melaksanakan konseling, penjangkauan, pendampingan, dan edukasi ketahanan keluarga dengan pendekatan promotif dan preventif; melaksanakan rujukan kasus ke lembaga layanan lain sesuai dengan kebutuhan; melaksanakan monitoring kasus yang sudah dirujuk; serta melaksanakan pemetaan wilayah yang rentan terhadap permasalahan Keluarga.
Dengan adanya program pemberdayaan yang dibentuk oleh pemerintah Kota Yogyakarta yaitu kader SIGRAK dan Mitra Keluarga, masyarakat memperoleh pendidikan seksual yang komprehensif, penekanan pada persetujuan sukarela, akses terhadap kontrasepsi dan layanan kesehatan seksual, serta mengatasi stigma dan diskriminasi yang terkait dengan seksualitas yang terjadi di Kota Yogyakarta.(*)
- Pantun Prof Ichsan Ali Membuat Senyum Prof Tjitjik Srie Tjahjandarie - 16 November 2024
- Diskusi KJP: Soroti Keberpihakan Program 4 Paslon Pemimpin Makassar - 1 November 2024
- Pengamat Politik Unhas dan UIN Alauddin Bedah Program INIMI - 1 November 2024