Alasan Faisal Tanjung Laporkan Pak Guru Rasnal dan Abd Muis

Berita Utama, Sulsel221 Dilihat

INDEPENDENews.com- Pelapor dua Guru asal Luwu Utara, Rasnal dan Abd Muis menuliskan alasannya sehingga melaporkan mereka ke Polres Luwu Utara.

Kasus ini dilaporkan sekitar tahun 2021 lalu.

Berikut narasi berdasarkan unggahan aktivis LSM Luwu Utara, Faisal Tanjung di Facebook berjudul “Menelisik Praktik Pungutan Uang Komite di Sekolah” dikutip independenews.com, Kamis (13/11/2025).

Isu mengenai pungutan uang komite di sekolah negeri, khususnya di salah satu sekolah di Luwu Utara, kembali mencuat dan menjadi perbincangan di kalangan masyarakat.

Dalam banyak kasus, pungutan tersebut sering dikemas dengan istilah “kesepakatan bersama”, namun di lapangan muncul berbagai pertanyaan mendasar mengenai transparansi, keadilan, dan legalitasnya. Praktik pengumpulan dana komite ini bahkan disebut telah berlangsung selama bertahun-tahun tanpa adanya evaluasi yang jelas.

134 Pengurus IAPA Sulselbar Dilantik, 3 Dosen Universitas Handayani Masuk Pengurus

Selama empat tahun berturut-turut, para orang tua murid diwajibkan membayar iuran komite sebesar Rp30.000 hingga Rp20.000 per bulan. Bila dijumlahkan, nominalnya tentu mencapai angka yang cukup besar.

Namun hingga kini, belum pernah ada laporan atau evaluasi terbuka dari pihak sekolah maupun komite terkait berapa total dana yang telah dikumpulkan dan bagaimana dana tersebut digunakan.

Kondisi ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai tanggung jawab serta transparansi pengelolaan dana komite.

Faisal Tanjung kemudian menyoroti situasi pada masa pandemi COVID-19 antara tahun 2018 hingga 2021, ketika kegiatan belajar tatap muka dihentikan dan aktivitas sekolah berkurang drastis.

Dalam kondisi seperti itu, muncul pertanyaan logis: mengapa iuran komite tetap diberlakukan, padahal kegiatan operasional sekolah tidak berjalan sebagaimana biasanya?

Ia menilai, kebijakan pungutan tersebut tidak menyesuaikan dengan kondisi nyata di lapangan.

Pemerintah sebenarnya telah memberikan solusi melalui kebijakan penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Selama pandemi, hingga 50 persen dana BOS diperbolehkan digunakan untuk membayar honor guru non-PNS yang terdaftar dalam sistem Dapodik.

Dengan demikian, tidak seharusnya masih ada pungutan tambahan kepada orang tua siswa untuk membayar honor guru honorer.

Lebih lanjut, Faisal menyoroti ketiadaan laporan resmi yang menjelaskan secara rinci bagaimana dana komite dikelola. Tidak ada publikasi terbuka mengenai jumlah dana yang terkumpul, kegiatan yang dibiayai, ataupun rincian penggunaan dana untuk honor guru.

Ia menilai, jika memang dana komite digunakan untuk membayar guru honorer, seharusnya pembiayaan tersebut berasal dari potongan gaji guru ASN atau dari dana BOS yang sudah diatur oleh pemerintah.

Pemungutan dari orang tua tanpa dasar hukum yang jelas dapat dikategorikan sebagai pungutan tidak sah dan membebani masyarakat.

Dari sisi legitimasi, Faisal mempertanyakan dasar pengambilan keputusan terkait pungutan uang komite.

Menurutnya, keputusan itu hanya diambil melalui rapat yang dihadiri sekitar 40 persen orang tua siswa.

Dengan partisipasi yang rendah, keputusan tersebut tidak bisa dikatakan mewakili aspirasi seluruh orang tua. Akibatnya, dasar moral dan administratif dari “kesepakatan bersama” menjadi lemah.

Ia juga menyoroti praktik pemaksaan terhadap siswa yang belum melunasi iuran, seperti penahanan rapor atau pembatasan layanan sekolah.

Tindakan semacam itu, kata Faisal, merupakan pelanggaran hak dasar peserta didik serta bertentangan dengan prinsip nondiskriminatif dalam sistem pendidikan nasional. Hal tersebut dapat berdampak negatif pada psikologis siswa dan citra sekolah sebagai lembaga pembelajaran.

Faisal menegaskan, tindakan dua guru yang disebut-sebut terkait kebijakan komite tersebut dinilai bertentangan dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, serta berpotensi melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Ia menutup tulisannya dengan penegasan bahwa pernyataan yang disampaikan semata-mata berdasarkan posisinya sebagai ketua komite.

“Dari tulisan ini saya hanya mengutarakan apa yang saya ketahui. Seharusnya yang dipertanyakan adalah substansi permasalahan, bukan menyerang ke sana-sini,” tulis Faisal.(*)