INDEPENDENews.com – Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak yang dilakukan oleh PT. Huadi Nickel Alloy Indonesia menuai kecaman keras dari Serikat Buruh Industri Pertambangan (SBIP) Bantaeng dan Balang Institute.
Sebanyak 11 buruh kehilangan pekerjaan pada 3 April 2025, dengan alasan efisiensi untuk mencegah kerugian.
Namun, keputusan tersebut diambil tanpa adanya musyawarah atau perundingan dengan pekerja maupun perwakilan serikat buruh.
Hal tersebut disampaikan Ketua Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi Kawasan Industri Bantaeng (SBIPE KIBA), Junaid Judda, dalam keterangan persnya, Minggu (23/3/2025).
Ia menegaskan bahwa dalih efisiensi tidak bisa digunakan untuk mem-PHK buruh secara sepihak.
“Alasan efisiensi tidak serta-merta dapat dibenarkan jika dilakukan tanpa melibatkan pekerja dalam proses pengambilan keputusan,” ujarnya.
Dalam surat PHK yang diterima pekerja, perusahaan merujuk pada Pasal 37 dan 38 Peraturan Pemerintah (PP) No. 35 Tahun 2021.
Namun, menurut SBIP dan Balang Institute, PT. Huadi tidak menunjukkan bukti akuntabel seperti laporan keuangan terbuka, restrukturisasi yang sah, atau transparansi kondisi perusahaan yang dapat membenarkan keputusan tersebut.
Junaedi Hambali dari Balang Institute menilai kebijakan ini sebagai bentuk ketidakadilan struktural yang membebankan krisis perusahaan kepada buruh tanpa ada pengorbanan dari manajemen.
“Ketika perusahaan meraih keuntungan, buruh sering kali diabaikan. Namun, ketika menghadapi tekanan, buruh justru menjadi pihak pertama yang dikorbankan,” tegasnya.
Lebih miris lagi, kebijakan ini berdampak langsung pada buruh yang mayoritas merupakan warga lokal Bantaeng dan sedang menjalankan ibadah puasa.
Kompensasi yang ditawarkan, yaitu Rp25.563.636, dinilai tidak mencukupi dan patut diduga berada di bawah ketentuan minimum berdasarkan masa kerja dan hak normatif lainnya.
Untuk mengantisipasi gelombang PHK lebih lanjut, SBIPE, Balang Institute, dan LBH Makassar telah membuka Posko Perlindungan Pekerja KIBA.
“Posko ini menerima pengaduan dan memberikan pendampingan bagi buruh yang di-PHK atau terancam kehilangan pekerjaan,” jelas Junaedi Hambali.
Selain itu, aksi protes juga direncanakan untuk menekan perusahaan agar bertanggung jawab terhadap pekerja yang terdampak.
“Kami akan terus berjuang memastikan bahwa industri tidak berkembang dengan mengorbankan kesejahteraan buruh,” pungkas Junaid Judda.
Tuntutan dan Aksi Serikat Buruh SBIP secara tegas menyatakan sikap:
1. Mengecam keras PHK sepihak oleh PT. Huadi Nickel Alloy Indonesia sebagai bentuk pengabaian terhadap hak pekerja.
2. Menolak alasan efisiensi sebagai dasar PHK karena tidak disertai bukti objektif dan dilakukan tanpa musyawarah.
3. Mendesak Bupati Bantaeng untuk mengambil langkah tegas melindungi warganya dari PHK sepihak serta memfasilitasi mediasi guna memastikan hak pekerja terpenuhi.
4. Mengajak serikat buruh, organisasi masyarakat sipil, dan media lokal untuk mengawasi serta menyuarakan penolakan terhadap PHK sewenang-wenang di sektor pertambangan dan smelter di Bantaeng. (*)