Marak Isu Penculikan Anak, NA Sulsel: Perlu Kerjasama Pemerintah

Berita Utama2712 Dilihat

MAKASSAR, INDEPENDENews.com – Pimpinan Wilayah (PW) Nasyiatul Aisyiyah (NA) Sulawesi Selatan menggelar kegiatan webinar Darurat Penculikan Anak.

Kegiatan dengan tajuk “Mengatasi panic attack melalui collaborative parenting” ini dilaksanakan via zoom meeting, Sabtu (11/2/2023) kemarin.

Turut hadir sebagai pemateri Diyah Puspitarini sebagai Komisioner Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI) dan Dr. Meisil B. Wulur praktisi konseling dan hipnoterapi Islam Sulsel.

Ketua PW Nasyaitul Aisyiyah (NA) Sulsel Sumarni Susilawati mengatakan, kegiatan ini diinisiasi oleh Departemen Infokom, Pendidikan dan Sosial Masyarakat NA Sulsel sebagai upaya dan langkah Nasyiah dalam mereduksi Panic Attack terhadap isu penculikan anak yang sedang viral.

“Kegiatan ini berangkat dari fenomena isu penculikan anak telah menyebar luas melalui media sosial dan pesan berantai Whatsapp. Peristiwa ini dapat menjadi gambaran bahwa anak-anak belum merdeka dari rasa aman yang menjadi hak sebagaimana diamanatkan undang-undang. Sehingga melahirkan panic attack bagi orang tua dan meresahkan masyarakat di sejumlah daerah,” tuturnya.

Sehingga menurutnya, peran pemerintah dan seluruh elemen diperlukan kolaborasi agar isu viral mengenai penculikan anak ini bisa teratasi.

Dalam penjelasannya, Komisioner KPAI Diyah Puspitarini menyampaikan bahwa collaborative parenting sangat penting dilakukan sebagai tindakan mitigatif kekerasan terhadap anak.

“Harus menjadi perhatian bersama baik pemerintah, orang tua, dan ormas tak terkecuali Nasyiatul Aisyiyah. Beliau menambahkan, ada 3 sikap menjadikan collaborative parenting sebagai bentuk mitigasi, yaitu Pengawasan terhadap tayangan yang mengandung unsur kekerasan, penganiayaan, dan konten negatif pada anak; Pengawasan terhadap anak- anak diarea public mapun privat; dan Peningkatan litersi pola asuh orang tua terhadap anak,” tutur Mantan Ketua PP Nasyiatul Aisyiyah ini.

Sementara itu Dr. Meisil B. Wulur praktisi konseling dan hipnoterapi Islam Sulsel menyampaikan, ketika kita melihat kasus tersebut dari kacamata parenting maka kita akan melihat pelaku sebagai korban luka pengasuhan.

“Dimana salah satu motif pelaku melakukan kejahatan tersebut adalah sering merasa dianggap tidak berguna karena pengangguran dan tidak memiliki uang oleh orang tuanya,” tuturnya.

Olenya menurut Dosen Unismuh Makassar ini bahwa untuk meminimalisir tindak kejahatan serupa maka perlu edukasi ilmu parenting yang cukup terhadap orang tua dan calon orang tua agar kelak anak tidak menjadi “tong sampah emosi orang tua” yang akan mengakibatkan luka pengasuhan.

Diketahui dalam diskusi ini dihadiri berbagi peserta, baik kalangan aktivis perempuan hingga para tokoh perempuan di Sulsel.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *