INDEPENDENews.com – Anggota Bawaslu Maros, Saiyed Mahmuddin Assaqqaf, mengungkapkan perbedaan dalam penerapan sanksi terkait praktik politik uang (money politik) antara Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Pernyataan tersebut disampaikan saat rapat koordinasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Maros, yang membahas persiapan kampanye dan pelaporan dana kampanye untuk Pilkada 2024, di Kantor KPU Maros, Rabu (18/9/2024).
Mahmuddin menjelaskan bahwa norma aturan dalam menangani politik uang berbeda untuk Pemilu dan Pilkada.
Pada Pemilu, hanya pemberi uang yang dikenakan sanksi, sementara dalam Pilkada, baik pemberi maupun penerima uang dapat dikenakan hukuman.
“Siapa pun yang menjanjikan atau memberikan uang akan dijerat, begitu juga dengan mereka yang menerima uang dalam konteks politik uang,” kata Mahmuddin, yang juga menjabat Kordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu Maros.
Selain itu, dalam kampanye Pilkada, terdapat larangan terhadap keterlibatan pejabat tertentu.
Calon dalam Pilkada tidak diperbolehkan melibatkan pejabat badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), serta kepala desa dan perangkat desa atau kelurahan.
Sanksi bagi calon yang melanggar ketentuan ini meliputi pidana penjara selama 1 hingga 6 bulan dan/atau denda antara Rp600.000 hingga Rp6.000.000.
“Penting bagi para calon untuk mematuhi aturan ini yang telah ditetapkan oleh undang-undang pilkada, karena ketidakpatuhan akan dianggap sebagai pelanggaran pidana,” tutup Mahmuddin. (*)
- Menag Nasaruddin Umar Temui Menhaj Saudi, Bahas Haji dan Pemberdayaan Umat - 25 November 2024
- Masa Tenang Pilkada 2024, Camat Bontoala Pimpin Penertiban APK - 24 November 2024
- Ikuti Gerakan Subuh Berjamaah, Camat Bontoala: Wujud Ciptakan Pilkada Damai - 24 November 2024