KELUARGA merupakan salah satu unit terkecil dalam masyarakat yang sangat berperan dalam pembentukan karakter dan sikap.Â
Diharapkan juga agar keluarga menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi seluruh anggota keluarga.Â
Namun kenyataannya masih banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga yang mempengaruhi keharmonisan dan keamanan keluarga.
Kekerasan dalam rumah tangga adalah masalah serius di bidang hukum keluarga.
Ini adalah bentuk kekerasan yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi.Â
Kekerasan dalam rumah tangga mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis korban.Â
Ini juga mempengaruhi perkembangan anak dan keharmonisan keluarga secara keseluruhan.
Di tingkat nasional, realitas sosial Indonesia saat ini menunjukkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga terjadi di semua tempat, baik di rumah maupun di depan umum, kapan saja, dan dilakukan oleh banyak orang dengan identitas sosial dan budaya yang berbeda, seperti terhormat dan berpendidikan.Â
Kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya tentang satu orang.Â
Ini tentang masyarakat, ekonomi, politik dan budaya. Kita mungkin telah kehilangan kemampuan untuk mengenali siapa yang seharusnya melindungi perempuan dari menjadi korban kekerasan.
Menurut data yang dihimpun oleh Komnas Perempuan, mayoritas korban di ranah personal ada di rentang usia 25-40 tahun. Menurut Pasal 1 dari Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.Â
Bentuk kekerasan dalam rumah tangga menurut pasal 5 dari UU No.23 tahun 2004 adalah: 1) Kekerasan Fisik; 2) Kekerasan Psikis; 3) Kekerasan Seksual; 4) Penelantaran rumah tangga.
Terdapat hukum yang mengatur tentang tindak kekerasan, Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga pada pasal 44 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan tindak kekerasan fisik dalam rumah tangga, sebagaimana dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (Lima belas juta rupiah). Â
Kenyataannya, meskipun terdapat Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam  Rumah  Tangga,  perlindungan  bagi  korban  tindak  pidana kekerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 38 UU Nomor 23 Tahun 2004 masih kurang.Â
Satu hal yang dapat dilihat di atas kelemahan undang – undang ini yaitu tindak pidana tersebut merupakan delik aduan dan korban KDRT tidak ingin mengajukan tuntutan karena menyangkut hubungan kekeluargaan dan nama baik keluarganya.
KDRT sudah bukan menjadi pembahasan yang asing lagi untuk diperbincangkan, karena di kalangan masyarakat kasus ini sudah marak terjadi. menurut informasi Kementerian PPPA, terdapat 1.411 pengaduan KDRT antara 1 Januari hingga 21 Februari 2022.Â
Sedangkan pada tahun 2021 terdapat 10.247 kejadian dengan jumlah korban 10.365 orang.Â
Dengan maraknya hal tersebut maka telah ditetapkan sanksi bagi pelaku yaitu dalam pasal 44 UU KDRT tentang sanksi kekerasan dalam rumah tangga.Â
Namun, meskipun ada sanksi, KDRT jenis ini masih sangat sering terjadi di masyarakat, dan berdampak sangat negatif bagi para korban.Â
Nyatanya, dampak kekerasan dalam rumah tangga tidak berhenti sampai pada korban yang menjadi korban kekerasan dari pelaku.Â
Ini mempengaruhi anak-anak di dalam rumah tangga juga, baik secara fisik maupun mental, serta di bidang lain.Â
Dari apa yang telah kita bahas sebelumnya, kita dapat menyimpulkan bahwa kasus kekerasan dalam rumah tangga sangat serius dan tidak boleh dianggap remeh, karena sangat berdampak negatif pada anak.
Kekerasan, khususnya kekerasan terhadap perempuan, sering dibicarakan secara luas karena bentuk kekerasan (kekerasan fisik, kekerasan non fisik, kekerasan verbal, dan kekerasan seksual), tempat terjadinya kekerasan (kekerasan rumah tangga, kekerasan publik, perkosaan, penyerangan), pembunuhan, atau kombinasi dari ketiganya), dan pelakunya (orang yang memiliki hubungan dekat atau orang asing).Â
Kekerasan dalam rumah tangga adalah bentuk penghinaan dan penyimpangan martabat manusia. Itu dapat terjadi pada semua tingkat kehidupan, termasuk pendidikan, ekonomi, budaya, agama, atau etnis. Sebab, pada hakekatnya, kekerasan terjadi karena dunia masih didominasi laki-laki.Â
Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah kejahatan yang menjadi fokus para ilmuwan sosial dalam beberapa tahun terakhir.
Jumlah pasti perempuan (istri) yang menjadi korban bervariasi tergantung data yang dikumpulkan.Â
Beberapa perempuan menjadi korban kekerasan karena keengganan laki-laki untuk menafkahi mereka, sementara yang lain menjadi korban karena kekerasan seksual.
Kekerasan dalam rumah tangga berdampak pada korban dan keluarganya dalam beberapa cara.Â
Berikut ini adalah beberapa dampak yang paling umum terjadi pada korban kekerasan dalam rumah tangga: Cedera fisik korban kekerasan dalam rumah tangga dapat mengalami memar, luka potong, atau bahkan cedera yang mengancam jiwa.Â
Trauma psikologis korban kekerasan dalam rumah tangga mengalami trauma psikologis yang berat, seperti depresi, kecemasan, dan post-traumatic stress disorder.Â
Ketakutan dan ketidakamanan korban kekerasan dalam rumah tangga mungkin merasa takut dan tidak aman tentang keselamatan mereka dan keluarga mereka.Â
Kerusakan sosial dan hubungan Korban kekerasan dalam rumah tangga sering merasa terisolasi dari keluarga dan teman-teman mereka.Â
Mereka mungkin berjuang untuk membentuk hubungan yang sehat dengan orang lain.
Cara terbaik untuk mencegah dampak kekerasan dalam rumah tangga adalah dengan mencegahnya terjadi sejak awal.Â
Peran Hukum Keluarga dalam Kekerasan Dalam Rumah Tangga Hukum keluarga memegang peranan penting dalam kekerasan dalam rumah tangga.Â
Hukum keluarga melindungi korban dari kekerasan lebih lanjut dengan memberikan upaya hukum.Â
Misalnya, perintah pengadilan dapat dikeluarkan untuk menjauhkan korban dari pelaku. Perintah pengadilan juga dapat dikeluarkan untuk bertanggung jawab atas seorang anak.Â
Bantuan hukum bagi korban juga dapat tersedia.Â
Penegakan hukum juga memastikan bahwa pelaku kekerasan dalam rumah tangga dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.Â
Ini mungkin termasuk penjara, denda atau pengawasan pengadilan.
Hukum Keluarga juga dapat membantu penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga dalam sistem peradilan pidana, serta melalui prosedur hukum keluarga seperti perceraian atau hak asuh anak.
Faktor-faktor penyebab KDRT sangat kompleks, dan dapat melibatkan faktor individu, keluarga, masyarakat, dan budaya. Â
Dampak KDRT terhadap korban sangat merugikan dan dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan mereka.Â
Selain itu, KDRT juga berdampak negatif terhadap anak-anak yang menjadi saksi atau korban langsung tindakan kekerasan tersebut.Â
Hukum keluarga memiliki peran penting dalam penanganan KDRT, seperti perlindungan korban, penegakan hukum, penanganan kasus KDRT, pendidikan dan pemahaman, serta pemulihan korban.Â
Penting bagi sistem hukum keluarga untuk bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil, petugas kesehatan, dan kelompok advokasi untuk menangani masalah ini secara efektif.Â
Oleh karena itu, perlu adanya upaya dari berbagai pihak untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang KDRT, mengambil tindakan preventif, memberikan dukungan dan perlindungan bagi korban, serta menegakkan hukum bagi pelaku KDRT.Â
Maka dari itu untuk mengatasi masalah kekerasan dalam rumah tangga di lingkungan rumah tangga, perlu adanya tindakan bersama antar semua pihak, baik dari masyarakat sampai dengan aparat serta perundang-undangan yang berfungsi dengan baik sehingga masalah kekerasan di Indonesia seperti masalah kekerasan dapat diatasi dengan baik.(*)
- Pantun Prof Ichsan Ali Membuat Senyum Prof Tjitjik Srie Tjahjandarie - 16 November 2024
- Diskusi KJP: Soroti Keberpihakan Program 4 Paslon Pemimpin Makassar - 1 November 2024
- Pengamat Politik Unhas dan UIN Alauddin Bedah Program INIMI - 1 November 2024